Setiap Detik HidupKu
Rabu, 14 November 2012
Indonesia tak pernah kehabisan pantai cantik yang tersembunyi. Pantai Menganti di Kab Kebumen, Jawa Tengah punya pasir putih dan panorama dahsyat dari balik bukit. Pantai ini menjadi rahasia kecantikan alam Kebumen.
Kebumen merupakan salah satu kabupaten yang berada di sebelah selatan Jawa Tengah. Kabupaten yang berbatasan dengan Cilacap dan Purworejo ini mungkin masih asing di telinga treveler.
Padahal, di sini banyak potensi alam dan keindahan alam yang wajib dikunjungi, dilihat, serta dinikmati oleh para treveler. Salah satu tempat yang direkomendasikan untuk dikunjungi adalah Pantai Menganti.
Pantai Menganti berada di Kecamatan Ayah, Kab Kebumen, Jateng. Lebih tepatnya lagi, pantai ini berada di barat daya Kecamatan Gombong atau sekitar 30 sampai 50 menit perjalanan bila menggunakan sepeda motor.
Pantai berpasir putih yang terletak di balik bukit ini menawarkan pemandangan alam yang sangat indah. Pantai ini berbentuk teluk, dihiasi dengan kombinasi pasir putih, batuan karang, serta ombak yang tak terlalu besar seperti pantai di selatan Jawa pada umumnya.
Dengan tiket masuk seharga Rp 2.500, Anda sudah dapat menikmati keindahan pantai ini. Di pantai itu juga ada tempat pelelangan ikan. Bila Anda ingin membeli ikan, bisa membeli di situ, langsung dari nelayan dengan harga yang sangat terjangkau. Serunya lagi, bila naik bukit di sebelah timur pantai itu, Anda dapat melihat pantai di sebelahnya yang masih belum tersentuh.
Akses menuju Pantai Menganti masih terbilang cukup susah. Bukan hanya disebabkan oleh medan yang terjal dan berliku, tak ada kendaraan umum yang mengarah ke sana. Jadi bila Anda ingin berkunjung ke pantai itu, bisa memanfaatkan jasa tukang ojek. Namun, bila Anda menggunakan mobil pribadi disarankan untuk berhati-hati karena lebar jalannya hanya sekitar 4 sampai 5 meter saja.
Poin pertama untuk menuju Pantai Menganti, bila belum mengetahui daerah Kebumen, Anda harus menuju ke Gombong terlebih dahulu. Tapi, bila menggunakan kereta Anda bisa turun di Stasiun Gombong.
Bagi traveler yang menggunakan bus, bisa turun di dekat pos polisi dekat Pasar Gombong, ini untuk memudahkan Anda mendapatkan ojek. Saya sarankan Anda bisa sampai di Gombong sore atau malam hari dan menuju Pantai Menganti pada pagi harinya.
Sebagai referensi untuk penginapan, ada beberapa hotel di daerah Gombong yang bisa traveler jadikan tempat menginap. Berikut beberapa di antaranya ada di Jl Yos Sudarso Barat No 565, Jl Yos Sudarso Barat 559, Jl Pemuda 13, dan Jl Yos Sudarso, Wero-Gombong.
Selanjutnya, poin kedua yang perlu diperhatikan adalah 3 jalur yang bisa digunakan. Pertama, melewati Pantai Karangbolong, kedua melewati pertigaan Polsek Buayan ke arah Jatijajar, dan ketiga melewati pertigaan Rowokele arah terowongan Ijo dan Pantai Logending.
Ketika berangkat, saya menyarankan untuk menggunakan jalur ke dua. Ya, karena Anda bisa melihat pemandangan berupa bukit-bukit dengan pepohonan dan tambang kapur tradisional di kanan dan kiri jalan itu. Saat menuju ke barat dari Pasar Gombong, setelah melihat pertigaan ke selatan (kiri) menuju Pantai Karangbolong Anda ambil kiri terus sampai Polsek Buayan di kanan jalan ada pertigaan dan Anda bisa ambil kanan.
Anda akan melewati bukit bukit kapur di daerah Buayan. Setelah turun dari bukit itu dan menjumpai pertigaan, silakan ambil kiri ke arah Pantai Logending. Selanjutnya, teruskan perjalanan sampai Anda menjumpai pertigaan Pasar Logending kemudian kembali ambil kiri.
Teruskan perjalanan dan lihat ke kanan, Anda akan melihat Pantai Logending. Setelah melewati Pantai Logending Anda akan disambut lagi oleh tanjakan dan tikungan. Saya sarankan, Anda untuk melihat ke arah kanan dan kiri untuk menikmati pemandangan.
Kurang lebih 2 sampai 5 menit dari tanjakan pertama, Anda akan melihat Pantai Logending dari atas bukit. Teruskan perjalanan Anda, setelah pertigaan kedua Anda bisa mengambil arah ke kanan.
Ingat! Anda harus jeli, terkadang jalan ini suka terlewat. Setelah itu, Anda akan memasuki pos tiket masuk Pantai Menganti. Belum selesai perjuangan, Anda harus melewati turun terjal agar bisa sampai ke pantai itu. Tapi Anda pasti akan terbayar oleh keindahan Pantai Menganti.
Setelah puas menikmati keindahan Pantai Menganti, wisatawan bisa pulang menggunakan jalur yang berbeda. Dari pertigaan tadi, Anda bisa lurus terus dan ikuti jalan sampai ke Karangbolong dan lanjut ke arah Gombong.
LAUT YANG RAMAIPuisi kedua bercerita laut
by Ayi Jufridar
Laut mendadak ramai
deburan ombak terseret angin
ke tengah samudera itu
sedang di bibir pantai
orang saja menari-nari
Laut mengundang sehamparan gunung samudera
datanglah dari penjuru segala
melihat kami menari
menjelang akhir sodorkan air
ketika tubuh bermandi peluh
tapi jangan suguhkan seudati*)
sebab ia sudah mati
Datang,
datanglah dari penjuru segala
ramaikan laut kami yang sepi
dengan lagumu yang sarat cinta
Lhokseumawe, Juni 2005
*) nama tarian terkenal Aceh
LAUTPuisi tentang alam di QUE-LIN
by Kuntowijoyo
Siapa menghuni pulau ini kalau bukan pemberani?
Rimba menyembunyikan harimau dan ular berbisa.
Malam membunuhmu bila sekejap kau pejam mata.
Tidak. Di pagi hari kautemukan bahwa engkau
di sini. Segar bugar. Kita punya tangan
dari batu sungai. Karang laut menyulapmu jadi
pemenang. Dan engkau berjalan ke sana.
Menerjang ombak yang memukul dadamu.
Engkau bunuh naga raksasa. Jangan takut.
Sang kerdil yang berdiri di atas buih itu
adalah Dewa Ruci. Engkau menatapnya: menatap dirimu.
Matanya adalah matamu. Tubuhnya adalah tubuhmu.
Sukmanya adalah sukmamu. Laut adalah ruh kita
yang baru! Tenggelamkan rahasia ke rahimnya:
Bagai kristal kaca, nyaring bunyinya.
Sebentar kemudian, sebuah debur
gelombang yang jauh menghiburmu.
Saksikanlah.
Tidak ada batasnya bukan?
PEMANDANGAN DI QUE-LINPuisi tentang angin laut di alam
by Husseyn Umar
gunung-gunung dan bukit-bukit hitam
tinggi dan tajam
menjulang menusuk-nusuk awan
air sungai Li berkelok-kelok
bermain-main di celah kaki-kakinya
bilakah sebenarnya
dewa-dewa telah turun dari langit
sempat-sempatnya membuat
pahatan alam yang begini cantik!
ANGIN LAUT
by Kuntowijoyo
Perahu yang membawamu
telah kembali
entah ke mana
angin laut mendorongnya ke ujung dunia
Engkau tidak mengerti juga
Duduklah
Ombak yang selalu
pulang dan pergi.
Seperti engkau
mereka berdiri di pantai
menantikan
barangkali
seseorang akan datang dan menebak teka-teki itu.
KEINDAHAN ALAM
Batapa indahnya alam in
Laut berombak-ombak
Awan berarak-arak
Udara segar bertiup-tiup
Aku berdiri di atas guning,
Berdiri di bawah langit
Untuk melihat keindahan alam,
Keindahan dunia
Aku mempertaruhkan nyawa,
bertahan diri di atas guning
Demi melihat keindahan alam
keindahan ciptaan Tuhan
AlamKu HidupKu
Death is green
I was asked to contribute another poem
to the vigil this year. I think it came out as more of an Easter poem,
though. Judge for yourself, but that wasn't my intention. Maybe it's
because, as I suddenly realized at some point last night, I gave up Lent
for Lent this year. I also think it belongs in context. I'm riffing off
of the last two poems. Here they are: Immlamence (2010) and Roots all the Way Down (2011). The
refrain comes from a line from 'Roots All the Way Down' that a good
friend of mine latched on to and kept repeating all this last year.
Thanks, Clara.
Converdance
Easter
and Lent. April 2012
Death is green.
She wears it like a cotton dress
wet, and soft as the earthing under a
bed of needles.
Like maggots wear a carcass, or
iron through a man's wrists.
She can't escape it, try as she might,
any more than you can believe it.
Because you too are green
and all that is green must meet death,
linger late over one last cornerbooth
coffee.
Or walk a mile of iron tracks
to find her in a watery ditch
and smelling of cinnamon and rotten
peaches.
Or with the intake of breath
over an unpadded crib,
knowing safety is an illusion.
Every green tree, every green love,
every voyage and every contentment
has her number, calls death at home.
I cannot tell you she loves you. She
doesn't.
I can't even tell
you that she is good, remember.
That is a shortcut
of a lie, but
death is green. And,
there is
no God. I'm sorry to tell you like this.
But there. You are finally free to meet
him now
in August fields where you once ran,
swishing against dry grass, crickets
creaking
and burrs under socks.
Mind the thorns of the hedgeapple tree,
and
bring a friend because
you will never speak with God
when the voices you carry alone drown
him out.
So sit quietly together.
Throw the fruit at the trunk if you
must.
Loft it to splatter in wild flowers.
Let it split and you can smell it.
Break it open to prophesy these truths.
There you will find him.
When we sat there, I had only one
question:
You were supposed to be making all
things new.
Why do we still live these carrion
days?
And all he said was, When I met her
Death was green.
And she is green.
And when she heeds the word
and flattens hills and mountains,
we will all be green again.
But for now, I know your guilt is
great;
even fifty-two resurrection rests
cannot comfort you.
Forty days of light won't do it.
You're open wounds from head to soul.
And it's all of us.
Our protests of peace preach words of
war.
Those who occupy fields eat too little,
and those who occupy suits eat too
much.
And for all we know, we just sold our
own winter
for a summer of storms.
Listen, they pepper-spray people to
start a conversation.
I would like to tell you that there is
an army readied,
messengers of God steady at the door
to come in firing
and put justice on a throne, throw
up a tent for shade, and
pave a highway through the desert.
But he long ago rose off the mountain
and left us to love for ourselves.
All we have for help is our
synchronized breath.
And so there's nothing between us, I will speak plainly. I spent last
year depressed. As a result, I got fired in October, the Monday after
we confirmed Jill was pregnant. Our community house lost steam. A
draft of a novel spent nine months unedited. I felt like a bad and a
lazy and a stupid person. Who can't just show up at an easy job every
day and do easy work? I felt like I flunked the whole year.
One morning this January I woke up and I felt okay for once. And the
next day was good too. And then I had a week, and then two weeks. I
was terrified to not feel awful. But I'm not depressed right now. My
novel is filling out, but slowly. I don't really have a job. I'm
doing this temp thing that's boring me to tears.
And Jill's still got that kid growing in her belly.
While I want to believe that all these
deaths
will be fully green, I can only see
shoots.
There's a swelling, like they say.
And I hope that April is only the
cruelest month
if you fight it. If you expect it to
save you,
instead of just letting it be,
instead of refusing to believe we need
death to be green.
Because we do. Even if there's no
romance
in her stench. Even if you can't wash
the glow
off Fukishma and Chernobyl, or
the slime from the shores of Indonesia.
Even though we are all death times
death. Fat off
plagues and rich off wars. We're
Lannisters and Hitlers,
and we come from strong stock.
But we're also Days and Ben-Jospephs.
We've had a long love affair with
trees.
We are dead stars breathed into life.
So all I ask that you give us your
hands, and
we'll be friends becuse we are not
slumbering here.
I won't claim to be Puck, or Tiresias.
Or even Isaiah, who accused us
of being grasshoppers while
God lounges on the horizon.
Because
something changed when God ripped
the
curtain down to show that he wasn't Oz
pulling
at levers. He pulled it down to show us
there
was no one there at all.
You
didn't need to keep trying
to
make that leap of faith.
The
word of God became green.
Keindahan Taman Laut di Raja Ampat, Papua
Siapa bilang di tanah
Papua tidak ada objek pariwisata bahari yang memukau? Selama ini Papua lebih
dikenal dengan eksotisme kebudayaannya yang sederhana serta sumber daya alamnya
yang melimpah. Namun, datanglah ke Raja Ampat, dan nikmati keindahan terumbu
karang, lengkap dengan biota laut menawan serta pemandangan bahari yang
mengesankan.

Tak salah bila
kemudian Putri Indonesia 2005 Nadine Chandrawinata menyatakan kekagumannya pada
kawasan ini setelah melakukan penyelaman, merasakan sajian panorama bawah laut
Raja Ampat yang sangat memikat. Penggemar snorkeling dan diving memang dijamin
tidak akan kecewa. Sebaliknya, mereka bakal terpanggil untuk datang dan datang
lagi.
Raja Ampat adalah
pecahan Kabupaten Sorong, sejak 2003. Kabupaten berpenduduk 31 ribu jiwa ini
memiliki 610 pulau (hanya 35 pulau yang dihuni) dengan luas wilayah sekitar
46.000 km2, namun hanya 6.000 km2 berupa daratan, 40.000 km2 lagi lautan.
Pulau-pulau yang
belum terjamah dan lautnya yang masih asri membuat wisatawan langsung terpikat.
Kepulauan Raja Ampat terletak di barat laut kepala burung Pulau Papua, dengan
kurang lebih 1500 pulau kecil dan atoll serta 4 pulau besar utama, yakni Misol,
Salawati, Bantata dan Waigeo. Inilah yang kemudian menjadikan Raja Ampat taman
laut terbesar di Indonesia.
Wilayah ini sempat
menjadi incaran para pemburu ikan karang dengan cara mengebom dan menebar racun
sianida. Namun, masih banyak penduduk yang berupaya melindungi kawasan itu
sehingga kekayaan lautnya bisa diselamatkan. Terumbu karang di laut Raja Ampat
dinilai terlengkap di dunia. Dari 537 jenis karang dunia, 75 persennya berada
di perairan ini. Ditemukan pula 1.104 jenis ikan, 669 jenis moluska (hewan
lunak), dan 537 jenis hewan karang. Luar biasa!

Bank Dunia bekerja
sama dengan lembaga lingkungan global menetapkan Raja Ampat sebagai salah satu
wilayah di Indonesia Timur yang mendapat bantuan Coral Reef Rehabilitation and
Management Program (Coremap) II, sejak 2005. Di Raja Ampat, program ini
mencakup 17 kampung dan melibatkan penduduk lokal. Nelayan juga dilatih
membudidayakan ikan kerapu dan rumput laut.
Khusus untuk Anda
yang tidak tertarik dengan aktivitas menyelam, hamparan laut biru yang
membiaskan keindahan langit, taburan pasir putih yang memancarkan kilaunya
bagaikan mutiara, bisa dinikmati. Selain itu, masih ada gugusan pulau-pulau
yang memesona dan flora serta fauna unik seperti cenderawasih merah,
cenderawasih Wilson, maleo waigeo, beraneka burung kakatua dan nuri, kuskus
waigeo, serta beragam jenis bunga anggrek.
Papua Diving di pulau
Mansuar adalah salah satu resort terkemuka yang berada di kawasan ini.
Wisatawan-wisatawan mancanegara penggemar selam betah selama berhari-hari
bahkan sebulan berada di Raja Ampat menikmati keindahan yang ada di sana dan
menginap di Papua Diving.

Maximillian J Ammer,
warga negara Belanda pemilik Papua Diving Resort yang juga pionir penggerak
wisata laut kawasan ini, harus mati-matian menyiapkan berbagai fasilitas untuk
menarik turis dari mancanegara. Sejak memulai usahanya delapan tahun lalu,
banyak dana harus dikeluarkan. Namun, hasilnya juga memuaskan. Setiap tahun
resor ini dikunjungi minimal 600 turis spesial yang menghabiskan waktu
rata-rata dua pekan.
Penginapan sangat
sederhana yang hanya berdinding serta beratap anyaman daun kelapa itu bertarif
minimal 75 euro atau Rp 900.000 semalam. Jika ingin menyelam harus membayar 30
euro atau sekitar Rp 360.000 sekali menyelam pada satu lokasi tertentu.
Kebanyakan wisatawan datang dari Eropa. Hanya beberapa wisatawan asal Indonesia
yang menginap dan menyelam di sana.
Pulau Kri, Waigeo,
serta Misool juga menyiapkan resort buat pengunjung. Di pulau Misool ada Eco
Resort yang dibangun dengan menerapkan prinsip-prinsip konservasi alam yang
ketat. Ada kesepakatan dengan penduduk adat di sekitar wilayah tersebut untuk
menjaga ekosistem terpadu yang disebut “No Take Zone” yakni melarang
eksploitasi pengambilan apapun dari laut, mulai dari berburu kerang, telur
penyu,sirip ikan hiu sampai hanya sekedar mencari ikan. Secara ekstrim, malah
di eco resort ini mengharamkan penggunaan antiseptik karena limbah buangannya
dikhawatirkan akan membunuh ekosistem terumbu karang di sekitarnya.

Beberapa resor
menetapkan harga relatif mahal karena menyuguhkan fasilitas lengkap. Wisatawan
dengan biaya terbatas juga dapat memanfaatkan resort milik pemerintah yang jauh
lebih murah di daerah Waisai, ibu kota Raja Ampat.
Anda harus terbang
dulu ke Bandara Domne Eduard Osok, Sorong, Papua, lalu langsung menuju lokasi
dengan kapal cepat berkapasitas sekitar 10 orang yang tarifnya Rp 3,2 juta
sekali jalan. Perlu waktu sekitar 3-4 jam untuk mencapai kawasan Raja Ampat
khususnya ke Pulau Mansuar.
Untuk berkeliling
pulau yang diinginkan, kita dapat menyewa speedboat kapasitas 10 orang dengan
harga Rp 3-5 juta per 8 jam, tergantung kepandaian kita menawar. Kita juga bisa
mengambil paket wisata dengan mengunjungi perkampungan untuk melihat tanaman
dan hewan khas setempat seperti burung Cendrawasih.
Untuk masuk ke
kawasan Raja Ampat, setiap orang harus membayar biaya masuk sebesar Rp 250 ribu
untuk wisatawan domestik, dan Rp 500 ribu untuk wisatawan dari mancanegara.
Sebuah pin bulat yang berfungsi seperti identitas ini akan kita terima, setelah
membayar biaya tersebut.
Uniknya, pin ini
berlaku untuk satu tahun, sejak 1 Januari hingga 31 Desember. Jadi jika dalam
satu tahun itu kita bolak-balik mengunjungi Raja Ampat, hanya perlu membayar
biaya masuk satu kali saja. Tentu saja pin tadi tidak boleh hilang dan harus
kita kenakan sebagai tanda pengenal.
Langganan:
Postingan (Atom)